Di sebuah bincang kopi seorang kawan menunjukkan proposal investasi kemudian menanyakan apakah model investasi seperti itu bagus atau tidak?
Saya bukan pengamat investasi atau seorang konsultan keuangan. Hal yang pertama terlintas saat mendengar ajakan investasi adalah kata: do with your own risk. Soal bagus atau tidak dan menguntungkan itu relatif.
Merasa tidak puas, pertanyaan berlanjut: ada rekomendasi model investasi apa yang dipilih?
Saya kurang menyukai jawaban hitam-putih, saya menyukai retorika. Investasi merupakan transaksi berdasar pada kepercayaan. Percaya bahwa usaha orang lain lebih menjanjikan dan mungkin kelak memberi keuntungan. Logika perhitungan dan sistemnya jelas meyakinkan. Namun logika psikologisnya menyisakan pertanyaan. Kenapa yakin dengan usaha orang lain. Bila mempunyai kemampuan atau keahlian, kenapa tidak yakin dengan diri sendiri?
Bisa berikan contohnya?
Spontan saya menunjuk sang Toean pemilik rumah seduh kopi. Ia menginvestasikan waktu, tenaga, biaya, perhatian dan cinta pada kopi yang menjadi kesukaannya. Sekarang ia memiliki rumah seduh kopi yang memberikannya banyak teman, sahabat, relasi, pengalaman, respek, penghasilan sampingan dan mungkin saja sebuah rumah yang selama ini diimpikan. Tidak ada syarat besaran biaya yang mesti disetorkan di awal investasi, tidak ada beban pikiran kelak akan untung atau malah merugi.
Satu contoh lagi. Seorang teman menjual motor kesayangan kemudian membeli sebuah kamera profesional dan beberapa asesoris tambahan. Penampilannya kini bak fotografer kawakan. Bermodal hasil foto pas-pasan, ia berani menggaet beberapa wanita cantik yang dikenalnya lewat media sosial sebagai model. Padahal sebelumnya, bergaul dengan wanita saja susah, apalagi yang cantik. Ironisnya, ia jadian dengan salah seorang model gegara keseringan nebeng boncengan saat ke lokasi pemotretan. Berkat investasinya, sekarang ia punya studio foto sendiri, pacar cantik sepaket dengan sepeda motor tanpa harus keluar uang untuk membelinya.
Saat ditanya apakah mereka menghitung resiko untung rugi saat memulai berinvestasi pada usaha sendiri? Jawabannya kompak, tidak. Dan lucunya logika investasi yang mereka lakukan terkesan aneh namun entah bagaimana bisa menguntungkan.
Pertanyaan terakhir: perlu waktu berapa lama menjalankan model investasi pada usaha sendiri sampai bisa menghasilkan sesuatu?
Dr. K. Anders Ericsson, seorang psikolog asal Swedia menyebutnya “aturan 10.000 jam”. Dibutuhkan paling tidak 10.000 jam latihan yang fokus dan konsisten. Bila dikonversi, latihan empat jam per hari, tujuh hari dalam seminggu, atau sama dengan waktu tujuh tahun latihan terus menerus bila ingin menguasai sebuah keahlian khusus. Henri Cartier Bresson menghabiskan 10.000 kali jepretan, sampai kemudian ia dikenal sebagai penemu genre Decisive Moment di bidang fotografi. Entah sudah berapa ribu cangkir kopi yang sudah diseduh Toean pemilik rumah seduh, atau sudah berapa ribu kali jepretan yang sudah dilewati sang fotografer secara Tulus sehingga mereka berada pada posisi seperti sekarang.
Untuk menegaskan teori 10.000 jam di atas, pengalaman pribadi saya mungkin bisa jadi contoh. Saya kerap melewati ribuan jam untuk berbohong. Bukan sekedar latihan, bohongannya beneran. Tidak cuma empat jam per hari, terkadang bisa seharian, berlangsung tahunan hingga sekarang. Lama kelamaan saya kemudian dikenal sebagai pakar berbohong. Pertanyaannya bagaimana keahlian tersebut bisa menghasilkan. Sayang, pilihan profesi menghasilkan uang dengan cara berbohong tidak banyak dan sesuai dengan cita-cita. Sewaktu kecil saya pengen jadi pilot bukan politikus. Akhirnya saya membatalkan berinvestasi pada usaha berdasar keahlian tersebut. Bukannya tidak yakin dengan usaha sendiri, tapi sebaik-baiknya investasi adalah investasi pada kebaikan. Paling tidak, teori 10.000 jam terbukti berhasil pada saya dan mungkin pada orang lain juga.
Kesimpulannya, investasi pada usaha sendiri melatih kita percaya diri dan bersabar. Maklum, tujuh tahun bukan waktu yang sebentar. Bentuk investasi bisa berupa apa saja karena kita sendiri yang menjalankan sekaligus investornya. Mungkin investasi yang bagus digambarkan dalam ungkapan berikut:
Layaknya angin yang ikut menebar bibit tetumbuhan tanpa pernah memilih-milih dan bertanya kapan ia bertunas dan menghasilkan. Ia hanya tau satu hal, kecintaannya untuk selalu bertiup merupakan sebuah kebaikan.
Dan sebaik-baiknya investasi adalah investasi dalam kebaikan.
Reply